GELIAT SENOPATI-GUNAWARMAN




Tinggal di Jakarta kota metropolitan tidak terbayangkan saat aku masih kecil hingga remaja. Saya ingat bapakku yang bekerja di Pertamina diminta pindah ke Pertamina Plumpang Jakarta tidak bersedia karena beliau kawatir dengan hingar bingar kehidupan Jakarta. Saat itu kami masih hidup dan berpindah-pindah kota di Jawa Timur mengikuti tugas bapak. TV juga masih hitam putih. Majalah Femina sudah menjadi langganan ibu, barangkali dari majalah itu ibu membaca berita-berita tentang Jakarta.

Pada kenyataannya, sebagian besar usiaku banyak dijalani hidup di Jakarta. Setelah lulus kuliah di Bogor, saya tinggal di Jakarta, walau pernah ditinggal sekitar 7-8 tahun untuk mukim di Jepang. Anak-anak juga tumbuh besar dan menikah di Jakarta.

Kembali pada cerita Jakarta, sekitar tahun 2003, keluargaku pindah dari rumah pribadi di Jln. Cidodol Kebayoran Lama, ke rumah Jabatan di daerah Widya Chandra, persis di belakang kantor LIPI yang hanya dipisahkan oleh kali Krukut. (Tentang Kali Krukut dan nama Widya Chandra, kelak aku perlu tulis sendiri).









Saat kami mulai tinggal di kawasan Widya Chandra ini, suasana jalan sekitar kami tinggal masih sepi. Sesekali memang  ada bunyi nguing-nguing suara mobil Patwal Menteri yg lewat karena kawasan kompleks kami tidak jauh dari Kompleks Perumahan Menteri. Kala itu, di bantaran Kali Krukut sebelah kiri rumah jabatan kami tinggal, ditumbuhi banyak pohon-pohon rindang. Sepenggal Kali krukut melintas di belakang kantor LIPI dan TELKOM. Dari pohon-pohon yang rindang bagai hutan kota itu sering terdengar kicuan burung yang meloncat dari satu pohon ke pohon lainnya. Juga sering nampak tupai berlarian. Saat ini pohon-pon itu sudah berubah menjadi jalan pembuka akses ke sebuah Hotel di Jln. Gatot Subroto. Saya tidak tahu bagaimana berubahnya peruntukan dari sebuah kawasan hijauan menjadi jalan. Seingatku dulu ada tulisan bahwa tanah itu milik pemerintah.


Tanah hijau bantaran kali yang sudah berubah 
menjadi jalan akses masuk hotel mewah



Seiring berjalannya waktu dan perekonomian yang nampaknya semakin membaik, berubah pula kawasan Widya Chandra – Senopati – Suryo - Gunawarman ini. Dulu hanya ada pasar Santa yang sempat ditinggalkan pelanggannya. Juga ada mini Market Santa.  Pelan-pelan, Jl. Wolter Monginsidi berubah menjadi Salon dan Restoran. Tidak ingin ketinggalan, Pasar Santa pun mengubah konsepnya. Sekarang juga menjadi tempat nongkrong anak-anak muda terutama yang suka ngopi.

Lalu muncul kawasan yang disebut SCBD (Sudirman Central Businnes District). Entah bangunan mana yang lebih dulu berdiri di kawasan ini. Yang saya ingat berdirinya Pasific Place itu sekitar tahun 2007 menyusul Plasa Semanggi yang terletak di Semanggi yang berdiri lebih dulu sebelum Pasific Place. Yang pasti dengan berdirinya banyak gedung-gedung tinggi itu, ada pemukiman penduduk yang tergusur. Setelah itu pelan dan pasti kawasan ini berubah menjadi gedung-gedung yang menjulang tinggi baik gedung-gedung perkantoran maupun apartemen. Terdengar berita juga bahwa ditengah kawasan SCBD itu akan dibangun 3 tower menjulang yang konon akan tertinggi di Asia.



Kemudian diikuti berubahnya kawasan perumahan disekitar Jln.  Senopati dan Jln. Gunawarman menjadi restoran dan café modern. Senopati kini disebut kawasan Cafe Modern bahkan menjadi tempat hang out anak-anak millenial. Berita yang aku baca, bukan hanya millennial Jakarta Selatan yang sering hang out di Senopati dan sekitarnya tetapi juga dari Jakarta Barat dan Utara.

Ada satu bangunan yang masih bertahan yaitu Apotik Senopati,   tetap di sudut sebuah tikungan dari jalan Gunawarman menuju Senopati.  Apotik yang terlihat menjadi kecil ini sudah 3x ditabrak mobil nyasar masuk ke apotik pada dini hari.

Jangan harap bisa menikmati jalan yang lancar di Senopati-Gunawarman. Semua restoran dan café modern itu punya pelanggannya masing-masing sehingga membuat jalan itu menjadi macet luar biasa terutama di sore hingga malam




Aku yang saat ini tinggal di rumah mungil di Taman Widya Chandra, mulai terasa sesak dengan kemacetan jalan di sekitar jalan Widya Chandra – Tulodong - Senopati dan seterusnya. Perkantoran yang menjulang tinggi diujung jalan Taman Widya Chandra milik Telkom dan anak perusahannya itu, kabarnya punya pegawai sekitar 6000 orang. Bisa dibayangkan jika sebagian besar pegawai itu menggunakan mobil atau motor pribadi yang setiap hari lewat didepan rumah, apalagi jalan Gatot Subroto masuk dalam jalur Ganjil Genap. Bising suara Satpam dengan peluitnya mengatur mobil yang macet hendak ke gedung Telkom Hub itu, hampir setiap pagi dan sore terdengar sampai ke dalam rumah.
Maka suasana pada hari libur yang kembali sunyi, mengingatkan aku pada masa-masa lengangnya jalan beberapa tahun lalu, walau   kicauan burung di pagi hari sudah jarang terdengar.

#JakartaKini
#JakartaMetropolitan
#hangoutsenopati



Comments

  1. Keren. Menceritakan jejak sejarah, sehingga membuat kita hanyut terbawa pada saat itu lalu membandingkan dgn kondisi sekarang. Menulis mmg membuat kita jd peka pada sekitar dan punya kegiatan yg membuat kita jd bersemangat.

    ReplyDelete
  2. Asyik bacanya....abdi ikut terhanyut shg bayangin Jakarta Tempo Doleoe yg tempat lahir beta dan tinggal sd kini sampun sepuh.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Beta yang tidak lahir disini, menyaksikan perubahan itu terasa sangat cepat

      Delete
  3. Bu Julli Hakim,sahabat kawan insprirator kami para Pengurus Dharma Wanita Pemerintah Pusat, tksh atas semuanya, bagi saya yg pendatang baru 10 tahun di Jskarta ,cerita ibu sangat menarik dan mensmbah wawasan saya ttg kota Jakarta. Salam sehat selalu Untuk Bu Julli Hakim dan keluarga.

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular Posts